BSY0BSWiGSMpTpz9TUAoGfC7BY==

Dana Perjalanan Dinas Naik di APBN. Penyelewengan pun Kian Banyak dilakukan PNS


NASIONAL (KC) Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Herry Purnomo, mengungkapkan cara Pegawai Negeri Sipil (PNS) nakal menyelewengkan anggaran perjalanan dinas kian pintar. Mereka mengakali celah sistem reimburstment yang baru diterapkan beberapa tahun ini.

Herry menceritakan, ketika sistem itu baru diterapkan pada masa kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati, PNS masih mencari-cari kiat untuk curang. Kini, mereka telah punya banyak cara mengakali sistem, seperti memalsukan tiket penerbangan atau boarding pass pada saat reimburstment.

"Tapi BPK pintar, dicari manifesnya, ada nggak. Ternyata tidak ada. Ini pola-pola lama," ujarnya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat 25 Mei 2012.

Untuk menanggulanginya, Herry mengatakan, peran atasan sangat penting, khususnya dalam pengawasan. Hal itu mencakup, misalnya apakah bukti perjalanan dinas sah atau tidak, kemudian apakah perjalanan itu betul dilakukan oleh bawahannya. "Dia harus awasi itu, berangkat tidak, kemudian dicek boarding pass-nya bagaimana," katanya.

Meskipun demikian, Herry mengakui, "main mata" antar atasan dan bawahan masih terjadi. Tentang kecurangan itu dia menyentil kembali soal motif pribadi bekerja sebagai PNS, apakah ingin mengabdi pada negara, atau hanya mencari keuntungan pribadi. "Yang terpenting adalah fungsi mengontrol, dan fungsi verifikasi pada waktu membuat pertanggungjawaban," katanya.

Keresahan Herry atas "skandal" penyelewengan dana perjalanan dinas itu cukup beralasan. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan, terdapat indikasi penyelewengan anggaran perjalanan dinas sebesar 30 sampai 40 persen dari biaya perjalanan dinas Rp18 triliun yang ditetapkan rata-rata per tahun dalam APBN.

Mengutip Daftar Rekapitulasi Kelompok Temuan Kerugian Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2011, tercatat kerugian untuk pos pembayaran honorarium atau biaya perjalanan dinas saja ada 180 kasus dengan kerugian Rp34,592 miliar.

Sementara anggaran perjalanan dinas cenderung meningkat. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), misalnya menyoroti pembengkakan anggaran perjalanan dinas. Pada APBN tahun 2009, anggaran perjalanan dinas tercatat sebesar Rp2,9 triliun. Namun dalam APBN Perubahan di tahun sama jumlahnya bengkak menjadi Rp12,7 triliun. "Bahkan membengkak menjadi Rp15,2 triliun pada realisasinya," demikian ungkap Fitra dalam rilisnya awal Mei lalu.

Hal sama terjadi pada 2010. Di APBN, pemerintah menetapkan anggaran perjalanan dinas sebesar Rp16,2 triliun, dan pada APBNP 2010 membengkak menjadi Rp19,5 triliun. Sementara, pembengkakan belanja pada perjalanan dinas tahun 2011 juga semakin besar. Pada RAPBN dialokasikan Rp20,9 triliun, tetapi pemerintah dan DPR justru menetapkan menjadi Rp24,5 triliun pada APBN 2011.

Menurut catatan Fitra, alokasi anggaran PNS setiap tahun selalu terjadi penyimpangan. Misalnya, pada 2009, anggaran perjalanan dinas PNS terjadi penyimpangan sebesar Rp73,5 miliar di 35 kementerian/lembaga. Sementara, pada 2010, temuan penyimpangan kian meningkat menjadi Rp89,5 miliar di 44 kementerian/lembaga. 

Modus

Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan Sonny Loho mengungkapkan penyelewengan anggaran perjalanan dinas antara pemerintah pusat dan daerah memiliki modus berbeda, karena perbedaan sistem pencairan dana perjalanan dinas antara pusat dan daerah.

Ia menjelaskan jajaran pemerintah pusat saat ini menerapkan sistem at cost yaitu. Yaitu setiap perjalanan dinas PNS, membutuhkan bukti dan pertanggungjawaban lengkap baru dapat mencairkan anggarannya.

Dengan sistem itu penggunaan tiket atau boarding pass palsu sering kali ditemukan di beberapa kasus. PNS melakukan perjalanan dinas membutuhkan bukti-bukti itu untuk mengajukan reimbursement anggarannya. "Di pusat kan sistemnya sudah at cost. Itu bisa menggunakan tiket palsu, atau nomor tempat duduk (boarding pass) palsu," ujar Sonny.
  
Dalam hal ini menurut Sonny, tidak hanya PNS curang itu harus ditindak. Pemalsu tanda bukti juga harus dihukum. "Kalau ada orang yang membuat tiket palsu atau boarding pass palsu kan kacau juga. Dia juga harus dihukum," tambahnya.

Sedangkan di daerah sampai saat ini masih menerapkan sistem lumpsum atau alokasi anggaran perjalanan dinas sudah dialokasikan dari awal dengan batas pencairan tertinggi. Sistem itu memudahkan PNS melakukan penyelewengan dengan misalnya memanipulasi waktu perjalanan dinas.

"Misalnya pergi 10 hari padahal dikasih perjalanan dinas 5 hari, itu kan ketahuan kalau pakai at cost, karena kami kan mengganti saja, tinggal menambah uang makan," ujar Sonny.

Himbau penghematan
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, geram ketika mengetahui masih adanya tindakan penyelewengan anggaran. "Itu tidak bisa diterima," ujar Agus di kantornya, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2012.
Dia lalu menginstruksikan seluruh jajarannya baik di pusat, atau di daerah terus melakukan pengawasan dan mengimbau kementerian dan lembaga guna mengurangi hal tersebut.  "Kalau itu terjadi di Kementerian Keuangan, harus ditindak yang tegas," katanya.
Pegawai negeri sipil (PNS) dan pejabat pemerintahan diingatkan mengurangi perjalanan dinas yang bukan prioritas. Jika harus dilakukan, tidak diperkenankan berangkat dengan anggota rombongan yang banyak.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, menegaskan, imbauan itu disampaikan sebagai salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk penghematan anggaran pada tahun ini.

Untuk antisipasi penyelewengan anggaran, Hatta menegaskan, Sekretaris Jenderal Kementerian dan Lembaga harus pro-aktif meningkatkan pengawasannya atas kegiatan di luar kantor. Bahkan, dia mendesak dilakukan audit khusus menilai kelayakan dari perjalanan dinas itu.
Wakil Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo mengatakan pemerintah saat ini mengkaji penerbitan Peraturan Presiden yang mengatur perjalanan dinas PNS.

"Perpres tentang perjalanan dinas untuk aparatur negara, Agustus selesai. Kami mengatur perjalanan, Kementerian Keuangan mengatur anggarannya," kata Eko, Senin pekan lalu.

Permasalahan perjalanan dinas, kata Eko, adalah penyakit sistemik. Banyak perjalanan dinas tidak efektif, dan menjadi penyakit birokrasi yang kini dilakukan secara kolektif. Dia menambahkan, kerap ditemukan alasan PNS melakukan perjalanan dinas untuk mendapat penghasilan tambahan.(np/KC06)

Comments0

Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.

Type above and press Enter to search.