CIANJUR, (KC).- Usaha bisnis kos-kosan ternyata belakangan di Cianjur seperti jamur dimusim hujan. Tumbuh dan berkembang begitu cepat. Hal ini menandakan bahwa bisnis tersebut dirasakan oleh sebagian kalangan sangat menjanjikan untuk alasan ekonomi.
Hanya saja ternyata dibalik itu semua, tidak selamanya membawa dampak yang positif. Belakangans ejumlah warga sudah mulai gerah akibat adanya kos-kosan diwilayahnya. Bukan akibat bangunan kos-kosan, tapi keberadaan penghuninya yang cenderung bebas.
Untuk itulah sejumlah warga yang tinggal di lingkungan kos-kosan meminta pemerintah dan aparatur terkait untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas atau pergaulan di lingkungan kos-kosan. Karena pergaulan bebas di kos-kosan sudah mulai meresahkan warga.
"Harus ada pengawasan yang berkelanjutan. Kalau perlu ada razia untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kos-kosan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," ungkap Engkos (62) salah seorang warga Cianjur.
Keberadaan kos-kosan apalagi yang terpisah dari pemiliknya terindikasi membuka ruang kebebasan bagi para penghuninya, apalagi ini di dominasi oleh kaum muda, kalangan pelajar dan mahasiswa.
"Kami selaku warga sebenarnya tidak alergi dengan kos-kosan, hanya saja perlu adanya pengawasan dan aturan agar pergaulannya tidak terlalu bebas, seperti pergaulan antara laki-laki dan perempuannya," katanya.
Menurut Engkus, sepertinya pemilik kos-kosan sudah tidak lagi melihat siapa orang yang mau ngekos. Mereka cenderung melihat seberapa besar calon penghuni kos itu bisa menghasilkan lembaran rupiah yang akan diterimanya.
"Inilah yang akhirnya siapapun orang bisa ngekos yang dampaknya akan terjadi pergaulan bebas. Masa tengah malam masih ada saja laki-laki dan perempuan berpasangan keluar masuk kos-kosan. Apakah ini bukan dinamakan pergaulan bebas," paparnya.
Kabid Penertiban Umum Satpol PP Pemkab Cianjur, Teguh Dalu mengakui, keberadaan kos-kosan memang tengah menjamur di Kabupaten Cianjur seiring keberadaan perusahaan-perusahaan atau pabrik serta lembaga pendidikan.
"Selentingan memang kita pernah dengar ada lokasi kos-kosan yang dijadikan tempat prostitusi terselubung, namun informasi itu tentu perlu pendalaman lebih jauh, agar saat kami bertindak tidak berdasarkan praduga namun semata karena fakta," ungkap Teguh.
Pihaknya pun berjanji akan melakukan pengawasan terhadap keberadaan kos-kosan tersebut, baik terkait indikasi pergaulan bebasnya termasuk mengenai kelengkapan perijinannya.
"Karena sepengetahuan kami, kalau ada rumah kos-kosan yang memiliki kamar di atas 10 unit, maka kena pajak daerah, namun terkait itu tentu perlu pendataan di lokasi," ungkapnya.
Pihaknya menenggarai masih ada pemilik kos-kosan yang kena pajak tersebut namun belum memenuhi kewajibannya. "Tentu perlu kordinasi antar dinas. Sedangkan kalau mengenai keberadaan kos-kosan memicu semakin meningkatnya pergaulan bebas seperti free seks masih perlu pembuktian di lapangan," tandasnya (KC-02)**.
Hanya saja ternyata dibalik itu semua, tidak selamanya membawa dampak yang positif. Belakangans ejumlah warga sudah mulai gerah akibat adanya kos-kosan diwilayahnya. Bukan akibat bangunan kos-kosan, tapi keberadaan penghuninya yang cenderung bebas.
Untuk itulah sejumlah warga yang tinggal di lingkungan kos-kosan meminta pemerintah dan aparatur terkait untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas atau pergaulan di lingkungan kos-kosan. Karena pergaulan bebas di kos-kosan sudah mulai meresahkan warga.
"Harus ada pengawasan yang berkelanjutan. Kalau perlu ada razia untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kos-kosan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," ungkap Engkos (62) salah seorang warga Cianjur.
Keberadaan kos-kosan apalagi yang terpisah dari pemiliknya terindikasi membuka ruang kebebasan bagi para penghuninya, apalagi ini di dominasi oleh kaum muda, kalangan pelajar dan mahasiswa.
"Kami selaku warga sebenarnya tidak alergi dengan kos-kosan, hanya saja perlu adanya pengawasan dan aturan agar pergaulannya tidak terlalu bebas, seperti pergaulan antara laki-laki dan perempuannya," katanya.
Menurut Engkus, sepertinya pemilik kos-kosan sudah tidak lagi melihat siapa orang yang mau ngekos. Mereka cenderung melihat seberapa besar calon penghuni kos itu bisa menghasilkan lembaran rupiah yang akan diterimanya.
"Inilah yang akhirnya siapapun orang bisa ngekos yang dampaknya akan terjadi pergaulan bebas. Masa tengah malam masih ada saja laki-laki dan perempuan berpasangan keluar masuk kos-kosan. Apakah ini bukan dinamakan pergaulan bebas," paparnya.
Kabid Penertiban Umum Satpol PP Pemkab Cianjur, Teguh Dalu mengakui, keberadaan kos-kosan memang tengah menjamur di Kabupaten Cianjur seiring keberadaan perusahaan-perusahaan atau pabrik serta lembaga pendidikan.
"Selentingan memang kita pernah dengar ada lokasi kos-kosan yang dijadikan tempat prostitusi terselubung, namun informasi itu tentu perlu pendalaman lebih jauh, agar saat kami bertindak tidak berdasarkan praduga namun semata karena fakta," ungkap Teguh.
Pihaknya pun berjanji akan melakukan pengawasan terhadap keberadaan kos-kosan tersebut, baik terkait indikasi pergaulan bebasnya termasuk mengenai kelengkapan perijinannya.
"Karena sepengetahuan kami, kalau ada rumah kos-kosan yang memiliki kamar di atas 10 unit, maka kena pajak daerah, namun terkait itu tentu perlu pendataan di lokasi," ungkapnya.
Pihaknya menenggarai masih ada pemilik kos-kosan yang kena pajak tersebut namun belum memenuhi kewajibannya. "Tentu perlu kordinasi antar dinas. Sedangkan kalau mengenai keberadaan kos-kosan memicu semakin meningkatnya pergaulan bebas seperti free seks masih perlu pembuktian di lapangan," tandasnya (KC-02)**.
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.