BSY0BSWiGSMpTpz9TUAoGfC7BY==

Ketua Panwaslu Kab. Cianjur Saepul Anwar Jelaskan Masalah Doble Job Bagi Penyelenggara Pemilu

CIANJUR, [KC].- Sorotan yang diarahkan ke lembaga Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kab. Cianjur terkait dengan jabatan doble job bagi penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh salah satu organisasi ditanggapi oleh Ketua Panwaslu Kab. Cianjur Saepul Anwar. Bahkan menurutnya ada pihak yang melaporkan ke Mensos RI, namun hal itu dianggap sesuatu yang sangat wajar.

"Wajar-wajar saja, selama hal tersebut dilakukan dengan motif yang positif, dan tidak bersifat iri atau dengki. Karena kalau ditumpangi dengan perasaan iri atau dengki tentu masyarakat akan lebih lugas menilainya," kata Saepul Anwar Kamis (13/6/2013).

Soal doble job bagi penyelenggara pemilu yang dipersoalkan, menurut Saepul, sesungguhnya sudah basi untuk diperbincangkan, karena hal tersebut sudah dianggap selesai, dan tidak perlu lagi dibesar-besarkan. "Banyak persoalan yang lebih penting untuk diperhatikan oleh penyelenggara, maupun masyarakat secara umum tentang bagaimana menghadapi Pemilu kedepan agar proses dan pelaksanaannya bisa berjalan dengan baik sesuai dengan azas Pemilu (Luber dan jurdil). Apabila persoalan ini kembali dimunculkan, bisa saja dugaan sementara adalah karena ada motif mengganggu jalannya pelaksanaan pengawasan Pemilu, dan sudah barang tentu hal tersebut mengandung unsur pidana," katanya.

Menyikapi penyelesaian masalah doblejob, seperti yang dituduhkan sekelompok orang, menurut Saepul, hal tersebut sudah dijawab oleh Bawaslu RI maupun Kantor Kementrian Sosial. "Intinya Bawaslu sendiri tidak mempersoalkan masalah doblejob, dalam suratnya Bawaslu membolehkan menjadi anggota Panwaslu tanpa harus mengundurkan diri dari tenaga Pendamping, sebagaimana surat Bawaslu No. 809/Bawaslu/X/2012, tanggal 9 Oktober 2012," jelasnya.

Begitu pula dengan tanggapan Kementerian Sosial, melalui surat Nomor 5834/LJS.JS.05/07/2012, tanggal 31 Juli 2012, Kemensos telah memberikan penjelasan terhadap tenaga pendamping keluarga harapan(PKH) yang memiliki pekerjaan lain. Dalam suratnya dijelaskan bahwa apabila pendamping memiliki pekerjaan lain, maka yang bersangkutan bisa mengajukan pengunduran diri, atau diberhentikan, Apabila tetap beraktivitas sebagai pendamping, pihak Dinas Sosial harus mengawasi pendamping tersebut secara ketat, agar tidak mengganggu pelaksanaan PKH.

"Intinya selama yang bersangkutan bisa melaksanakan tanggungjawab sebagai tenaga pendamping, maka tidak menjadi persoalan," paparnya.

Hal lain yang perlu dijelaskan kata Saepul, pertama Panwaslu tingkat kabupaten maupun kecamatan adalah bersifat ad hoc (tidak tetap), dan masa waktu kerjanya hanya selama masa tahapan Pemilu berlangsung, atau selama-lamanya 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan Pemilu berakhir.

Kedua Pekerjaan sebagai Pendamping PKH tidaklah masuk pada pengertian sebuah Badan Milik Negara maupun Badan Milik Daerah (BUMN/BUMD), artinya pendamping PKH tidak mengelola Anggaran Negara maupun mengelola Anggaran Daerah. Sehingga tidak harus mundur ketika yang bersangkutan diangkat sebagai anggota Panwaslu, sebagaimana tertuang dalam Pasal 85 huruf (i) dan huruf (l) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Menanggapi adanya pihak yang mengatasnamakan Konsorsium, pihaknya menjawab, hal tersebut di serahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda), dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Cianjur, untuk mempertanyakan legalitas organisasi yang terhimpun dalam konsorsium tersebut.

"Konsorsium tentu ada juru bicara yang mewakili organ didalamnya. Organ ini adalah sekelompok organisasi yang memiliki visi yang sama dan jelas, nah pertanyaannya, apakah organisasi yang terhimpun dalam Konsorsium ini benar-benar jelas status hukumnya atau tidak, untuk melakukan penelitian dan verifikasi terhadap organisasi kemasyarakatan maupun LSM tersebut adalah bukan ranah kami, ini adalah kewenangan Bupati melalui Badan Kesbangpol, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Kecuali bagi Pemantau Pemilu, untuk melakukan penelitian terhadap administrasi Pemantau Pemilu, merupakan kewenangan KPU, sebagaimana diatur dalam pasal 235 Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pemilu," tegasnya.

Pihaknya juga menegaskan bahwa para anggota Panwaslu baik ditingkat kabupaten maupun kecamatan umumnya bukan pengangguran atau para pencari kerja. Mereka umumnya telah memiliki pekerjaan, namun selama pekerjaan tersebut bukan pekerjaan yang dilarang oleh Undang-Undang, maka yang bersangkutan memiliki hak untuk dilibatkan sebagai penyelengara Pemilu.

"Yang tidak diperkenankan menjadi penyelenggara sebagaimana diisyaratkan dalam undang-undang antara lain adalah, anggota atau pengurus Parpol, yang memiliki jabatan di Pemerintahan, dan BUMN/BUMD. Selain dari yang diatur didalam undang-undang maka tidak ada larangan," tegasnya [KC-02]**.

Comments0

Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.

Type above and press Enter to search.