Menurut Rachmat Prijohartono, Kuasa Hukum Sri Rahayu, kliennya menjadi tahanan Polres Cianjur selama 25 hari pasca penangkapannya di daerah Cisarua, Kabupaten Bogor pada 27 Februari 2014. Ia ditangkap bersama tiga orang lainnya, yakni Nana, Cibeng, dan Mudir.
"Klien saya itu dituduh telah terlibat dalam perdagangan manusia untuk dijadikan wanita penghibur di rumah bordil milik Mudir," ujar Rahmat ketika ditemui sejumlah wartawan di di PN Cianjur, Rabu (26/3).
Dikatakan Rachmat, kliennya tersebut sebenarnya merupakan korban dari tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh Mudir. Karena perempuan yang akrab disapa Ayu itu disekap untuk menjadi wanita penghibur di rumah bordil yang beroperasi di Cisarua, Bogor sejak Januari 2014.
"Awalnya klien saya itu dijanjikan bekerja sebagai penjaga rumah. Ia ke Cisarua diajak oleh Selvi. Melalui Selvi ayu dikenalkan kepada Mudir alias Iwel lantaran sudah lama bekerja di tempatnya. Tapi di tempat Iwel Ayu justru dijadikan wanita penghibur," ujar Rachmat.
Selama didalam penyekepan, Ayu tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan keluarganya. Apalagi dengan pihak luar, tindakannya selalu dalam pengawasan. Setiap harinya dipaksa terus untuk melayani tamu yang membutuhkan pelayanannya.
"Informasi yang diapat Polres Cianjur sepertinya tidak menyelur. Ayu dianggap sudah berusia 19 tahun. Padahal Ayu juga berkedudukan sebagai korban yang dilakukan Mudir. Dalam UU No 21 tahun 2007 pun disebutkan jika anak dan perempuan di bawah umur 18 tahun diutamakan dalam hal perlindungannya," ujar Rachmat.
Pihaknya juga berencana akan membawa kasus Ayu tersebut ke Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Jawa Barat (Jabar) dan Komnas Perempuan dan Anak. "Kita juga akan adukan masalah ayu itu kesana," jelasnya.
Ayah kandung Ayu, Nawawi Mawardi (44), mengaku, selama ini tidak mengetahui pekerjaan apa yang dilakukan anaknya di Cisarua Bogor. Ia hanya mengetahaui jika anaknya diajak seseorang untuk menjadi pembantu dan penjaga anak di Cisarua Bogor.
"Anak saya itu sebelum kerja di di Bogor sempat kerja di Depok, tapi pada Desember tahun lalu ia pulang ke rumah dan ingin bekerja di pabrik wig. Tapi Ayu belum punya KTP karena memang belum cukup umur sehingga perlu proses. Lantas tiba-tiba ia mengaku sudah bekerja di Cisarua setelah diajak temannya itu," ujar Nawawi ketika ditemui di PN Cianjur.
Nawawi pun terkejut ketika mengetahui Ayu masuk bui pada 5 Maret 2014 dan menjadi tersangka kasus perdagangan manusia. Pasalnya tidak ada surat pemberitahuan ataupun surat penangkapan terhadap anaknya.
"Saya tahu kalau anak saya ditahan setelah ada orang yang besuk tahanan dan mengenali anak saya memberitahukan kepada saya. Saat bekerja di Cisarua Ayu juga baru pulang sekali ke rumah pada Januari lalu dan pada 23 Maret ia pulang ke rumah alasannya kangen ibunya. Dia datang dengan dikawal pria dan langsung kembali lagi ke tempat kerjanya," ujar Nawawi.
Ia yakin kalau anaknya tersebut tidak terlibat dalam kasus perdagangan manusia. Sebaliknya anaknya justru menjadi korban perdagangan manusia. Apalagi Ayu usianya masih 16 tahun dan ia akan berjuang membebaskannya atas sangkaan yang ditetapkan Polres Cianjur.
"Anak saya itu saat ditahan merasa ketakutan karena ada ancaman. Pengakuan kepada saya, Ayu itu disekap Iwel. Ayu diminta Iwel untuk mengakui jika rumah kosan dan rumah bordil itu milik Ayu," kata Nawawi.
Humas PN Cianjur, Singgih Wahono, membenarkan, pihaknya telah menerima permohonan praperadilan atas nama Sri Rahayu melalui kuasa hukumnya. Permohonan praperadilan dengan nomor perkara 01/pid.prad/2014/PNCianjur itu ditujukan termohon, yakni Polres Cianjur lantaran tidak sah secara hukum melakukan penangkapan dan penahanan.
"Ya benar permohonannya telah kami terima dan telah diregister praperadilan atas nama Sri Rahayu. Sudah ditetapkan juga hakim tunggal untuk menyidangkan perkara ini. Sidangnya nanti akan ditetapkan tiga hari atau seminggu setelah permohonan ini kami terima," ujar Singgih singkat.
Kapolres Cianjur, AKBP Dedy Kusuma Bakti, juga mengakui telah menerima permohonan praperadilan yang dilayangkan kuasa hukum Sri Rahayu, yakni Rachmat Prijohartono. Upaya praperadilan itu merupakan hak kuasa hukum sebagai warga negara.
"Pada saat kami menentukan status itu tidak tidak sembarangan. Ada pertimbangan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan. Kami tidak berani kalau tidak memenuhi unsur pidana dalam menentukan tersangka. Kalau ternyata ada gugatan praperadilan silahkan saja. Kami akan tetap proses kasus perdagangan orangnya," ujar Dedy singkat [KC-02/tm]***.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.