CIANJUR, [KC].- Pasca penetapan hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cianjur,Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Cianjur terus kebanjiran laporan dugaan pelanggaran Pemilu.
Seperti yang dilaporkan Tomi (39), tim pemenangan caleg dari Partai Gerindra dengan nomor urut 1, Adang Rustandi, untuk daerah pemilihan (dapil) lima. Tanpa mau diwawancari panjang, ia mengaku telah melaporkan adanya indikasi penggelembungan suara seorang caleg dari partai yang sama di dapil lima.
"Yang jelas berdasarkan data yang ada pada kami, suara partai berkurang untuk menambah suara caleg. Dugaan ini seperti yang terjadi di PPK Cianjur juga," ujar Tomi singkat ketika diwawancarai di kantor Panwaslu Kabupaten Cianjur.
Hal yang sama juga dilaporkan caleg dari Partai Gerindra di dapil lima nomor urut empat, yakni Resma Yunia. Ia melaporkan dugaan penggelembungan suara yang diduga dilakukan caleg separtai di Kecamatan Cidaun dan penyusutan suara miliknya di Kecamatan Kadupandak.
"Kami selalu mencari tahu semenjak pencoblosan dan penghitungan suara seperti yang diperoleh dari form C1 ditingkat TPS di Kecamatan Cidaun dan Kecamatan Kadupandak. Data itu kami rekap," kata Resma.
Hanya saja pihaknya menganggap ada kerancuan dalam penghitungan di dua kecamatan itu. Diduga telah terjadi perubahan angka terutama suara partai dan suara seorang caleg di Kecamatan Cidaun ditingkat PPK suaranya bertambah.
"Awalnya suara seorang caleg itu 245, namun berubah menjadi 770 suara setelah pleno PPK. Perolehan suara saya terjadi penyusutan di Kecamatan Kadupandak sebanyak 20 suara sehingga seharusnya suara saya yang jumlahnya 1382, berkurang pada pleno KPU Kabupaten Cianjur menjadi 1362," ujar Resma.
Resma berasalan pengaduannya tersebut ke Panwaslu bukan lantaran ia ingin mendapatkan jatah kursi legislatif, tapi ia ingin caleg yang mendapatkan jatah kursi itu layak mewakili rakyat. Jangan sampai kemenangannya itu bukan karena kerja kerasnya.
"Masa tidak malu kalau ternyata terpilih bukan karena kerja keras. Tentu kelembagaan partai akan tercoreng. Jelas akan merugikan jika kemenangan itu ternyata hasil persekongkolan," katanya.
Sebelumnya, caleg dari Partai Demokrat dapil 1, Lilis Boy, dan anaknya Hedy Boy juga melaporkan dugaan penggelembungan suara di tingkat PPK untuk memenangkan seorang caleg dari partai yang sama. Akibatnya suara caleg tersebut kalah jumlah akibat terjadinya dugaan penggelembungan suara tersebut.
Lilis menyebutkan, berdasarkan data D1 hasil pleno di masing-masing desa, caleg yang dilaporkannya itu hanya mendapatkan 984 suara. Namun perolehan suara caleg tersebut berubah menjadi 4.434 setelah penghitungan suara yang dilakukan di PPK Cianjur.
"Saya sudah melaporkan ke DPP, DPD, maupun DPC. DPP sudah menyarankan untuk melaporkan seandainya punya bukti. Kami punya bukti-buktinya, makanya melaporkan ke panwaslu. Nanti akan kami serahkan bukti-bukti ini juga ke KPU," kata Lilis.
Menurut pengakuan, Lilis, seharusnya ia berada di peringkat kedua dengan perolehan 2128 suara atau di bawah Deni Aditya, caleg yang menduduki peringkat pertama dengan perolehan 5561 suara. Namun pada kenyataannya, Lilis harus tersingkir dengan cara adanya kongkalikong dugaan penggelembungan suara.
Hal yang sama juga dilaporkan caleg dari Partai Golkar dapil 1, Dedih Sugianto yang diwakili tim suksesnya, Dedi Toser. Ia datang membawa sejumlah bukti yang diyakini bisa membuktikan telah terjadi permainan angka di tingkat PPK untuk merubah suara seorang caleg dari partai yang sama.
Dikatakan Dedi, dalam pembacaan hasil penghitungan suara tingkat PPS di kantor PPK pada Kamis malam disebutkan jika ada caleg yang suaranya sekitar 720. Tapi waktu rapat pleno PPK Minggu malam, suaranya berubah menjadi 2500.
"Saya bawa bukti form C1, form D1, form DA. Ini membuktikan bahwa cikal bakal suara itu dari PPS, yakni masyarakat yang datang ke TPS dengan one man one vote. Kemudian hasil itu diberitakan di dalam sertifikat C1 yang kemudian disampaikan ke PPS. Tapi dalam perjalanan terjadi perubahan di tingkat PPK," katanya.
Dedi pun menuding, persoalan yang terjadi di PPK Cianjur merupakan bentuk kejahatan pemilu yang terstruktur. Karenanya laporan kepada panwaslu itu juga ditembuskan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur dan Mahkamah Konstitusi.
"Kami ingin apa yang kami sampaikan ditindak lanjuti dan bisa menjadi pembelajaran yang berharga sebagai efek jera sehingga kami juga membutuhkan pengawalan dari teman-teman media terkait dengan kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggaraini," ujar Dedi.
Ketua Panwaslu Kabupaten Cianjur, Saepul Anwar, berjanji akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk. Menurut Saepul, rata-rata laporan yang diterima pihaknya berkaitan dengan dugaan terjadinya perubahan perolehan suara caleg pascapenetapan jumlah kursi dan anggota DPRD Kabupaten Cianjur periode 2014-2019.
"Pasti, kami akan menindaklanjuti setiap laporan. Nanti jika memang laporannya memenuhi bukti-bukti yang otentik, akan dijadikan bahan rekomendasi dari Panwaslu ke Bawaslu," kata Saepul [KC-02/mg]***.
Seperti yang dilaporkan Tomi (39), tim pemenangan caleg dari Partai Gerindra dengan nomor urut 1, Adang Rustandi, untuk daerah pemilihan (dapil) lima. Tanpa mau diwawancari panjang, ia mengaku telah melaporkan adanya indikasi penggelembungan suara seorang caleg dari partai yang sama di dapil lima.
"Yang jelas berdasarkan data yang ada pada kami, suara partai berkurang untuk menambah suara caleg. Dugaan ini seperti yang terjadi di PPK Cianjur juga," ujar Tomi singkat ketika diwawancarai di kantor Panwaslu Kabupaten Cianjur.
Hal yang sama juga dilaporkan caleg dari Partai Gerindra di dapil lima nomor urut empat, yakni Resma Yunia. Ia melaporkan dugaan penggelembungan suara yang diduga dilakukan caleg separtai di Kecamatan Cidaun dan penyusutan suara miliknya di Kecamatan Kadupandak.
"Kami selalu mencari tahu semenjak pencoblosan dan penghitungan suara seperti yang diperoleh dari form C1 ditingkat TPS di Kecamatan Cidaun dan Kecamatan Kadupandak. Data itu kami rekap," kata Resma.
Hanya saja pihaknya menganggap ada kerancuan dalam penghitungan di dua kecamatan itu. Diduga telah terjadi perubahan angka terutama suara partai dan suara seorang caleg di Kecamatan Cidaun ditingkat PPK suaranya bertambah.
"Awalnya suara seorang caleg itu 245, namun berubah menjadi 770 suara setelah pleno PPK. Perolehan suara saya terjadi penyusutan di Kecamatan Kadupandak sebanyak 20 suara sehingga seharusnya suara saya yang jumlahnya 1382, berkurang pada pleno KPU Kabupaten Cianjur menjadi 1362," ujar Resma.
Resma berasalan pengaduannya tersebut ke Panwaslu bukan lantaran ia ingin mendapatkan jatah kursi legislatif, tapi ia ingin caleg yang mendapatkan jatah kursi itu layak mewakili rakyat. Jangan sampai kemenangannya itu bukan karena kerja kerasnya.
"Masa tidak malu kalau ternyata terpilih bukan karena kerja keras. Tentu kelembagaan partai akan tercoreng. Jelas akan merugikan jika kemenangan itu ternyata hasil persekongkolan," katanya.
Sebelumnya, caleg dari Partai Demokrat dapil 1, Lilis Boy, dan anaknya Hedy Boy juga melaporkan dugaan penggelembungan suara di tingkat PPK untuk memenangkan seorang caleg dari partai yang sama. Akibatnya suara caleg tersebut kalah jumlah akibat terjadinya dugaan penggelembungan suara tersebut.
Lilis menyebutkan, berdasarkan data D1 hasil pleno di masing-masing desa, caleg yang dilaporkannya itu hanya mendapatkan 984 suara. Namun perolehan suara caleg tersebut berubah menjadi 4.434 setelah penghitungan suara yang dilakukan di PPK Cianjur.
"Saya sudah melaporkan ke DPP, DPD, maupun DPC. DPP sudah menyarankan untuk melaporkan seandainya punya bukti. Kami punya bukti-buktinya, makanya melaporkan ke panwaslu. Nanti akan kami serahkan bukti-bukti ini juga ke KPU," kata Lilis.
Menurut pengakuan, Lilis, seharusnya ia berada di peringkat kedua dengan perolehan 2128 suara atau di bawah Deni Aditya, caleg yang menduduki peringkat pertama dengan perolehan 5561 suara. Namun pada kenyataannya, Lilis harus tersingkir dengan cara adanya kongkalikong dugaan penggelembungan suara.
Hal yang sama juga dilaporkan caleg dari Partai Golkar dapil 1, Dedih Sugianto yang diwakili tim suksesnya, Dedi Toser. Ia datang membawa sejumlah bukti yang diyakini bisa membuktikan telah terjadi permainan angka di tingkat PPK untuk merubah suara seorang caleg dari partai yang sama.
Dikatakan Dedi, dalam pembacaan hasil penghitungan suara tingkat PPS di kantor PPK pada Kamis malam disebutkan jika ada caleg yang suaranya sekitar 720. Tapi waktu rapat pleno PPK Minggu malam, suaranya berubah menjadi 2500.
"Saya bawa bukti form C1, form D1, form DA. Ini membuktikan bahwa cikal bakal suara itu dari PPS, yakni masyarakat yang datang ke TPS dengan one man one vote. Kemudian hasil itu diberitakan di dalam sertifikat C1 yang kemudian disampaikan ke PPS. Tapi dalam perjalanan terjadi perubahan di tingkat PPK," katanya.
Dedi pun menuding, persoalan yang terjadi di PPK Cianjur merupakan bentuk kejahatan pemilu yang terstruktur. Karenanya laporan kepada panwaslu itu juga ditembuskan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur dan Mahkamah Konstitusi.
"Kami ingin apa yang kami sampaikan ditindak lanjuti dan bisa menjadi pembelajaran yang berharga sebagai efek jera sehingga kami juga membutuhkan pengawalan dari teman-teman media terkait dengan kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggaraini," ujar Dedi.
Ketua Panwaslu Kabupaten Cianjur, Saepul Anwar, berjanji akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk. Menurut Saepul, rata-rata laporan yang diterima pihaknya berkaitan dengan dugaan terjadinya perubahan perolehan suara caleg pascapenetapan jumlah kursi dan anggota DPRD Kabupaten Cianjur periode 2014-2019.
"Pasti, kami akan menindaklanjuti setiap laporan. Nanti jika memang laporannya memenuhi bukti-bukti yang otentik, akan dijadikan bahan rekomendasi dari Panwaslu ke Bawaslu," kata Saepul [KC-02/mg]***.
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.