BSY0BSWiGSMpTpz9TUAoGfC7BY==

Upaya Bandingnya Dikabulkan Pengadilan Tinggi, Lima Bocah "Pemerkosa" Bebas

CIANJUR, [KC].-  Upaya banding yang dilakukan kelima bocah yang dituduh melakukan tindakan pemerkosaan ke Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat membuahkan hasil. Ridwan (17), Rizwan (17), Deden Alawi (16), Dadang Kurniawan (15), dan Ahmad Faizal Masturi (15), kini bisa bernafas lega. Hukuman yang dijalani selama empat bulan dari vonis hakim Pengadilan Negeri (PN) Cianjur selama dua tahun ini tidak lagi menjeratnya.

Kelima bocah tersebut dipastikan tidak lagi menghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) II B Cianjur. Mereka kini berkumpul kembali dengan keluarganya di Kampung Barukupa, Desa Sukatani, Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

Sebelumnya, ke lima bocah ini divonis selama dua tahun penjara setelah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Cianjur. Kelimanya terbukti melakukan pemerkosaan terhadap TK (Titin Kartini) seorang anak wanita yang berusia 9 tahun sesuai dengan putusan nomor 01/PID.SUS/2014/PNCj. Namun kelimanya dinyatakan tidak bersalah ketika melakukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.

Menurut penituran Faizal, kasus yang menjeratnya bersama empat kawanya itu bermula saat mereka mengunjungi warung milik Atim Suryatin di Kampung Barukupa RT 3/3 pada bulan puasa, 2 Agustus 2013 sekitar pukul 19.00 WIB. Saat itu Atim meminta banuanya beserta kawannya untuk memanen bawang di kebun dan Atim menjanjikan akan memberikan minuman kopi.

"Ketika kami sudah selesai membantu memanen bawang, ada TK yang tengah jajan ke warung Wa Atim. Setlah minum kopi kami tidak langsung pulang tapi bersembunyi dibalik dinding rumah Wa Atim untuk mengagetkan TK. Setelah itu baru kami pulang dan menginap dirumah Ridwan," ujar Faizal saat ditemui di kantor kuasa hukumnya, Rabu (23/4/2014).

Setelah sekian waktu, tiba-tiba pada 10 November 2013, ia dan keempat temannya dikumpulkan di rumah ketua RW. Di rumah itu ia bersama ke empat kawannya mengaku dipukuli oleh Babinsa Desa Sukatani dan sejumlah warga yang ada dalam pertemuan itu. Bahkan ia dan ke empat temannya sempat ditelanjangi dan disekap di kamar mandi untuk mengakui telah melakukan pemerkosaan terhadap TK.

"Saat itu kami diancam akan dipenjara jika tidak mengaku. Karena takut kami akhirnya dengan terpaksa mengakui perbuatan yang tidak kami lakukan. Setelah itu empat kawan saya disekap di ruangan selama satu hari," kata Faizal.

Dua minggu kemudian Faizal, ia dan keempat kawanya dipanggil polisi di Polsek Pacet untuk diperiksa. Setelah diperiksa, mereka tidak ditahan. Namun setelah dilimpahkan ke Polres dan dilakukan serangkain pemeriksaan kelimanya akhirnya ditahan.

"Selama satu bulan kami ditahan di Polres dan empat bulan kami menghuni Lapas Cianjur," katanya.

Kuasa Hukum lima bocah itu, Kosasih Hulaemi Saleh, mengatakan,pihaknya menduga, kasus yang menimpa kliennya itu penuh dengan rkayasa. Hal itu salah satunya adanya putusan Nomor 39/Pid.Sus/2014/PT.Bdg, kelimanya dinyatakan tidak bersalah melakukan perbuatan seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU) baik dakwaan primair, subsider, dan lebih subsider.

"Putusannya hari Senin 24 Maret 2014 oleh Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Bandung, yakni Jurnalis Amrad. PT Bandung mengamini banding kami karena ada banyak fakta persidangan yang diabaikan oleh PN Cianjur. PT Bandung pun memerintahkan kepada instansi terkait untuk mengeluarkan terdakwa dari lapas pada 28 Maret 2014," ujar Kosasih ketika ditemui di kantornya, Rabu (23/4).

Dikatakan Kosasih, rekayasa hukum yang dimaksud dirinya adalah kelima bocah itu tidak mengakui perbuatannya dalam berita acara penyidikan (BAP) di Polres Cianjur. Selain itu, dalam BAP para terdakwa mengakui jika dipukuli babinsa supaya mengaku telah melakukan perbuatan yang tidak dilakukannya. Keterangan itu pun sesuai dengan keterangan saksi dalam persidangan.

"Salah satu yang kami anggap aneh dengan diabaikan oleh PN Cianjur dan penuntut umum adalah keterangan saksi dan saksi korban jika pemerkosaan itu bukan dilakukan lima bocah itu melainkan pemerkosaan itu dilakukan kakak tirinya sendiri," ujar Kosasih.

Hal lainya kata Kosasih, proses penahanan lima bocah ini di Polres Cianjur seperti dipaksakan karena tidak ada upaya konfrontir dengan korban ketika lima bocah itu tidak mengakui perbuatannya mengingat itu perlu untuk mencari justifikasi. Akan tetapi proses tetap berjalan dan berkas diterima pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur.

"Tentu hal ini sangat berdampak pada mental lima bocah ini down. Bahkan informasi awalnya mereka sampai tidak diterima disekolahnya lagi. Tapi setelah kami jelaskan pihak sekolah menerimanya lagi. Kini tinggal mengupayakan rehabilitasi nama dan yang terpenting saat ini melawan kasasi yang dilakukan Kejari Cianjur," ujar Kosasih  [KC-02/mg]***.

Comments0

Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.

Type above and press Enter to search.