CIANJUR, [KC].- Pemberantasan korupsi di Cianjur masih dinilai masih jalan ditempat. Upaya ‘out of box’ oleh aparat penegak hukum hampir sama sekali tidak dilakukan. Kuat dugaan penanganan kasus korupsi di Kabupaten Cianjur masih tebang pilih dan penuh keraguan.
Demikian ditegaskan Direktur Institute Social And economic Development (Inside) Kabupaten Cianjur Yusep Somantri disela kegiatan diskusi yang dilaksanakan dalam rangka memperingati hari anti korupsi sedunia yang digelar di Sekretariat Inside Jl. Limbangan Sari No 144 Cianjur, Selasa (9/12/2014).
Dikatakan Yusep, penanganan kasus korupsi baik yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur maupun kepolisian masih di level ‘petty coruption’ (korupsi kelas teri). Yang berhasil di meja hijaukan hanya staf, kepala desa, dan mantan kadis. Belum pernah kedua institusi penegak hukum ini menangani kasus se kelas Kepala Dinas yang masih menjabat.
"Hari anti korupsi se dunia merupakan momentum umat manusia untuk memberantas praktek korupsi. Meskipun korupsi sebagai praktek haram dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa, namun sayangnya di Indonesia khususnya Cianjur korupsi masih dianggap prilaku biasa," kata Yusep.
Tidak adanya sanksi sosial bagi mantan terpidana korupsi membuat korupsi dianggap kejahatan biasa. Sejumlah mantan terpidana korupsi bahkan masih mendapatkan ‘hati’ di mata bupati (eks mantan terpidana Korupsi MaminGate).
Pihaknya menduga penanganan kasus korupsi di Cianjur tidak transparan. Pihak Kepolisian dan kejaksaan Cianjur dalam menangani kasus korupsi masih ‘senyap’. Bahkan menutup rapat rapat progres kasus. Hal ini memunculkan kecurigan publik bahwa saat kedua lembaga menangani kasus korupsi bermain mata atau tidak fair dan imparsial.
"Terjadi korupsi karena sistem pengawasan yang lemah di internal pemerintah daerah dan tidak diterapkannya prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)," tegasnya.
Untuk itulah pihaknya mendesak penegak hukum, dalam menangani kasus korupsi harus terbuka dan progres penangannya di ekpose agar publik bisa terlibat aktif dalam melakukan pengawasan dan tidak boleh tebang pilih. Terpidana korupsi khususnya PNS harus di berhentikan secara tidak hormat sebagai efek jera bagai PNS yang lainnya.
"Pemerintah daerah harus melakukan pembanahan dalam proses transparansi anggaran. Sebagai contohnya APBD di upload di web site jadi masyarakat bisa pemantaun dana publik tersebut. Tidak malah ditutup tutupi," kata Yusep [KC-02]**.
Demikian ditegaskan Direktur Institute Social And economic Development (Inside) Kabupaten Cianjur Yusep Somantri disela kegiatan diskusi yang dilaksanakan dalam rangka memperingati hari anti korupsi sedunia yang digelar di Sekretariat Inside Jl. Limbangan Sari No 144 Cianjur, Selasa (9/12/2014).
Dikatakan Yusep, penanganan kasus korupsi baik yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur maupun kepolisian masih di level ‘petty coruption’ (korupsi kelas teri). Yang berhasil di meja hijaukan hanya staf, kepala desa, dan mantan kadis. Belum pernah kedua institusi penegak hukum ini menangani kasus se kelas Kepala Dinas yang masih menjabat.
"Hari anti korupsi se dunia merupakan momentum umat manusia untuk memberantas praktek korupsi. Meskipun korupsi sebagai praktek haram dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa, namun sayangnya di Indonesia khususnya Cianjur korupsi masih dianggap prilaku biasa," kata Yusep.
Tidak adanya sanksi sosial bagi mantan terpidana korupsi membuat korupsi dianggap kejahatan biasa. Sejumlah mantan terpidana korupsi bahkan masih mendapatkan ‘hati’ di mata bupati (eks mantan terpidana Korupsi MaminGate).
Pihaknya menduga penanganan kasus korupsi di Cianjur tidak transparan. Pihak Kepolisian dan kejaksaan Cianjur dalam menangani kasus korupsi masih ‘senyap’. Bahkan menutup rapat rapat progres kasus. Hal ini memunculkan kecurigan publik bahwa saat kedua lembaga menangani kasus korupsi bermain mata atau tidak fair dan imparsial.
"Terjadi korupsi karena sistem pengawasan yang lemah di internal pemerintah daerah dan tidak diterapkannya prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)," tegasnya.
Untuk itulah pihaknya mendesak penegak hukum, dalam menangani kasus korupsi harus terbuka dan progres penangannya di ekpose agar publik bisa terlibat aktif dalam melakukan pengawasan dan tidak boleh tebang pilih. Terpidana korupsi khususnya PNS harus di berhentikan secara tidak hormat sebagai efek jera bagai PNS yang lainnya.
"Pemerintah daerah harus melakukan pembanahan dalam proses transparansi anggaran. Sebagai contohnya APBD di upload di web site jadi masyarakat bisa pemantaun dana publik tersebut. Tidak malah ditutup tutupi," kata Yusep [KC-02]**.
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.