Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) PD Kab. Cianjur dan Ketua K-BMT SNERGI ICMI ORDA Kab. Cianjur
Dewasa ini kegiatan bisnis dengan memanfaatkan jejaring internet semakin marak, bahkan menjadi trend yang paling progresif dibanding model bisnis lainnya. Jaringan internet yang kian luas dan pengguna internet yang semakin banyak menjadikan konektivitas kian terbuka, fleksibel, mudah dan cepat. Menurut data yang dilansir Kemenkominfo, saat ini jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 57% penduduk atau sekitar mencapai hampir 137 juta pengguna, hal tersebut ditangkap sebagai opportunity yang menjanjikan oleh para entrepreneur untuk menjalankan model bisnis berbasis internet. Aktivitas bisnis yang mereka lakukan dengan memanfaatkan jejaring internet umumnya dikenal dengan istilah electronic business atau e-business atau popular juga dengan sebutan bisnis online. Apa sesungguhnya e-business itu? Bagaimana ekonomi syariah memandang? Akad apa yang cocok dengan e-business?
e-business dapat dimaknai sebagai kegiatan bisnis yang dilakukan secara otomatis dan semiotomatis dengan menggunakan sistem informasi komputer. Istilah tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Lou Gerstner, seorang CEO perusahaan IBM, dewasa ini e-business merupakan bentuk kegiatan bisnis yang dilakukan dengan menggunakan teknologi internet. e-business memungkinkan suatu perusahaan untuk berhubungan dengan sistem pemrosesan data internal dan eksternal mereka secara lebih efisien dan fleksibel. e-business juga banyak dipakai untuk berhubungan dengan suplier dan mitra bisnis perusahaan, serta memenuhi permintaan dan melayani kepuasan pelanggan secara cepat, mudah dan relative murah.
Apakah bisnis online dibolehkan dalam ekonomi syariah? Jawabannya boleh, tentu dengan sejumlah prinsip dasar dan kaidah akad yang mesti dipenuhi agar tidak mencedrai aspek syariah dari jual beli itu sendiri. Islam sebagai suatu sistem nilai yang kaffah dan universal memiliki roadmaps yang jelas tentang tuntunan bagi manusia dalam melakukan jual beli (al bai’). Jual beli (buyu’, jamak dari bai’) atau perdagangan atau perniagaan secara terminologi fiqih islam berarti tukar menukar harta atas dasar saling ridha (rela) atau memindahkan kepemilikan dengan imbalan pada sesuatu yang diizinkan.
Menurut Kamus Hukum Ekonomi Syariah Islam (KHES) Pasal 20 bahwa ba’i adalah jual beli antara benda dengan benda atau pertukaran benda dengan uang. Pengertian jual beli menurut KHES tersebut dapat dimaknai bahwa jual beli sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela atau dapat diartikan juga memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan menurut hukum Islam. Allah swt sudah secara tegas menghalalkan jual beli dalam QS. Al Baqarah ayat 275 dan QS. An Nisa ayat 29, bahkan Nabi Muhammad saw sudah memberikan model praktik jual beli yang sukses dan membawa mashlahah bagi para pihak yang terlibat didalamnya.
Diantara hal yang membedakan antara jual beli (termasuk bisnis online) syariah dengan jual beli konvensional adalah adanya prinsip-prinsip (mahdi) hukum ekonomi syariah yang diintegrasikan oleh para pelakunya. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya tahidullah, al-‘adalah, al-amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an munkar, dan al-birr wa al-taqwa. Adapun akad jual beli syariah yang dapat digunakan oleh para pelakunya secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu Bai’ Al-Murabahah (Deferred Payment Sale), Bai’ a-Salam (In-Front Payment Sale), dan Bai’ al-Istishna’(Purchase by Order or Manufacture). Dari ketiga akad jual beli tersbut, akad yang relevan dengan praktik jual beli online yang marak dewasa ini adalah al-bai’salam.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 (34) menjelaskan bahwa al-bai’salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayaranya dilakukan bersamaan dengan pemesanan. Bai' salam dapat dimaknai juga sebagai akad jual beli barang pesanan diantara pembeli (muslam) dengan penjual (muslam ilaih). Spesifikasi dan harga barang pesanan harus sudah disepakati di awal akad. Ulama Syafi‟iyyah dan Hanabalah menjelaskan, salam adalah akad atas barang pesanan dengan spesifikasi tertentu yang ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu, dimana pembayaran dilakukan secara tunai di majlis akad. Sedangkan ulama Malikiyyah menyatakan, salam adalah akad jual beli dimana modal (pembayaran) dilakukan secara tunai (di muka) dan obyek pesanan diserahkan kemudian dengan jangka waktu tertentu.
Adapun rukun dari akad bai’ salam yang harus dipenuhi dalam transaksi bisnis online adalah, pertama; pelaku akad, yaitu muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan muslam ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok atau memproduksi barang pesanan; kedua, objek akad, yaitu barang atau hasil produksi (muslam fiih) dengan spesifikasinya dan harga (tsaman); dan ketiga, shighah, yaitu ijab dan qabul.
Secara operasional, rujukan yuridis yang dapat jadi pijakan oleh para pelaku bisnis online agar dapat menjalankan model bai’ salam adalah Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli salam. Adapun syarat-syarat operasional yang mesti dipenuhi dalam bai’ salam, antara lain: pembeli harus membayar penuh barang yang dipesan pada saat akad salam ditandatangani, salam hanya boleh digunakan untuk jual beli komoditas yang kualitas dan kuantitasnya dapat ditentukan dengan tepat, salam tidak dapat dilakukan untuk jual beli komoditas tertentu atau produk, kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan akad salam perlu mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat menimbulkan perselisihan, ukuran kuantitas dari komoditas perlu disepakati dengan tegas, serta tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti harus ditetapkan dalam kontrak akad. Semoga bermanfaat!
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.