“NYUNDA” boleh jadi menurut bahasa diartikan “menyunda” atau bertindak layaknya orang sunda. Tapi sejatinya yang lebih substantif bukan meniru penampilan lahiriah (fisik) orang sunda, seperti dalam bahasa atau cara berpakaian semata. Yang paling utama adalah mengindahkan sekaligus mempraktekan nilai-nilai luhur yang hidup pada budaya sunda.
“Bukan sekadar bahasanya, bukan pula pakaiannya. Pengertian ‘nyunda’ yang lebih utama yakni menjungjung tinggi dan mempraktekan nilai-nilai luhur atau kearifan yang hidup pada budaya sunda dalam kehidupan sehari-hari,” kata wakil bupati Cianjur, Suranto.
Dikatakan Suranto, budaya sunda kaya dengan nilai-nilai luhur yang biasa disebut juga kearifan lokal. “Cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok “ (batu yang ditetesi air dalam jangka waktu lama akan membekas-red), mengandung makna keuletan, kerja keras, bersabar, dan tidak mudah putus asa.
Begitu pun “hade ka sasama, nyaah kasahandapeun, hormat ka saluhureun “ (baik dengan sesama, sayang kepada yang lebih muda, hormat kepada yang lebih tua), merupakan keariapan lokal yang patut ditiru, karena mengajarkan hamonisasi dalam masyarakat. Bahkan, menurut Suranto, ditegaskan pula dengan “kacai jadi saleuwi, kadarat jadi salegok” yang mengandung makna hidup harus gotong royong, tolong menolong, atau toleransi.
Intinya, menurut Suranto, sangat banyak nilai-nilai sunda yang masih relevan dengan kekinian, sehingga patut dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. “Jadi mempraktekan nilai-nilai sunda inilah yang dimaksud ‘nyunda’ , bukan yang lain-lain,“ tegas Suranto yang saat ini menjadi calon bupati pada pilkada Cianjur 2016-2021, berpasangan dengan Aldwin Rahadian (Oki), bernomor urut 3 [KC-02/SMeC]**
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.