Oleh. Herlan Firmansyah
Dewasa ini, desa bak gadis cantik yang sedang banyak di dekati para pria lajang, bukan karena ada banyak bungsa desa, melainkan desa sedang menjadi “kiblat baru” pemerintah dalam melakukan program-program pembangunannya. Membangun bangsa dimulai dari desa menjadi tageline yang akhir-akhir ini semerbak di seantero nusantara. Adalah Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menjadi titik nadir berubahnya kiblat pembangunan bangsa.
Setidaknya ada sejumlah persoalan
yang berpotensi untuk menjadi gelembung amunisi hingga akhirnya meledak dan
meluluhlantahkan eksistensi desa sebagai kiblat pembangunan bangsa. Semisal
persoalan terkait kompetensi sumber daya insani di desa untuk membuat
perencanaan pembangunan yang masif dan sistem pelaporan anggaran yang sesuai
dengan SOP Kementerian Keuangan, atau terkait dengan kapasitas Kepala Desa untuk
menjadi nakoda utama dalam meracik anggaran sehingga bukan sekedar daya serap
yang menjadi target, melainkan terurainya kebutuhan masyarakat di sekitar desa
sehingga “parkirnya kiblat” pembangunan benar-benar menjadi solusi, bukan
melahirkan persoalan baru yang kian memperberat beban sang Kepala Desa pada
khususnya dan beban bangsa pada umumnya.
Terlepas dari segala persoalan
yang berpotensi untuk mencuat, hal yang mesti menjadi bahan pemikiran bersama
adalah bagaimana meracik sumber daya ekonomi desa agar memberikan nilai tambah
(value added) dan multiplier effect terhadap tatanan ekonomi
masyarakat desa. Dalam konteks pembangunan 342 desa di Kabupaten Cianjur dengan
segala potensi ekonominya, membangun pranata ekonomi desa yang berbasis kepada
prinsip usaha syariah (Red.Ekonomi Syariah) adalah pilihan terbaik. Mungkin
orang kebanyakan masih berpandangan skeptis, tetapi jika pemerintah daerah
memiliki political will dan political action untuk berani mendeklarasikan konsep
pembangunan ekonomi desa berbasis syariah, maka yakin Allah swt akan
mendatangkan keberkahan terhadap masyarakat desa sehingga didekatkan dengan
keserbacukupan dan kesejahteraan yang seimbang (falah).
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2006 tentang Gerbang Marhamah dan jumlah ummat muslim yang mayoritas dengan
stigma kesantriannya menjadi modal utama bagi Kabupaten Cianjur untuk
menciptakan ciri khas design pembangunan desanya, yakni pembangunan
pranata ekonomi desa dengan berbasis ekonomi syariah, setidaknya dimulai dari
membuat satu desa di setiap wilayah pembangunan Kabupaten Cianjur sebagai model
pembangunan desa ekonomi syariah.
Sektor ekonomi desa yang secara
struktural dapat dirancang agar berbasis kepada ekonomi syariah diantaranya
pariwisata syariah, kuliner syariah, fashion syariah, jual beli syariah
(al ba’i al murabahah, al ba’i al ishtisna, al ba’i as salam), tata
kelola pertanian dengan al muzara’ah dan al-musaqah,
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Baitul Maal wa Tamwil (BMT),
asuransi syariah, gadai syariah (rahn), praktik sewa menyewa barang
dengan akad al ijarah, Ijarah Muntahia bit Tamlik (IMBT), sentra
produk halal desa, BUMSDes dengan prinsip usaha syariah, dan sebagainya.
Setiap desa yang dijadikan
sebagai model, diunggulkan salah satu atau beberapa dari sektor ekonomi yang
paling memungkinkan untuk diperkuat sesuai dengan potensi desa tersebut,
sehingga kedepan tercipta semacam cluster ekonomi syariah berbasis desa,
semisal desa A sebagai cluster pariwisata syariah, desa B cluster
kuliner syariah dan seterusnya. Harapannya, setiap tahun Kabupaten Cianjur
memiliki target pembangunan desa ekonomi syariah, sehingga suatu saat nanti,
342 desa yang ada sudah beraroma ekonomi syariah, jika demikian maka keberkahan
ekonomi ummat dapat mewujud.
Akhirnya, membangun model desa
ekonomi syariah dapat menjadi pilihan bagi stakeholder pembangunan desa
di Kabupaten Cianjur. jJika ini terjadi, maka diyakini bahwa Cianjur dapat
menjadi trending topics dalam percaturan pembangunan desa di nusantara.
Selain itu, upaya menyemai nilai-nilai dan pranata ekonomi syariah di desa
sebagai kiblat pembangunan bangsa diyakini akan memberikan Maslahah Effect (manfaat+berkah)
terhadap tatatan perekonomian masyarakat Cianjur. Jika menciptaan desa peradaban saja bisa,
kenapa menciptakan desa ekonomi syariah tidak bisa!
Posisi Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Kabupaten Cianjur yang memilukan di tingkat Provinsi Jawa Barat bukan
tidak mungkin akibat salah formula dalam membangun ekonomi masyarakat sebagai
salah satu indikator IPM. Hilangnya keberkahan akibat masyarakat dan
pemerintahnya memilih jalan kapitalisme dalam membangun ekonomi desa akan
berakibat fatal terhadap masa depan ummat, bukankah sejarah ummat terdahulu
sudah memberikan ibrah bahwa akibat ummat meninggalkan ajaran agamanya,
termasuk ajaran Islam dalam melakukan tatanan ekonomi yang berbasis kepada maslahah
dan falah, sudah menjadikan ummat Islam terpuruk. Dengan demikian, adalah
keniscayaan untuk meretas ekonomi syariah di desa sebagai kiblat pembangunan
bangsa.
Penulis Adalah Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)
PD Kabupaten Cianjur, Sekum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) ORDA Kabupaten Cianjur)
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.