Perhelatan pesta demokrasi terbesar di Indonesia telah selesai dilaksanakan pada tanggal 9 desember 2015, melalui pemilihan kepala daerah (pilkada serentak). Kini masyarakat menanti munculnya pemimpin-pemimpin baru yang akan memberikan warna dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu daerah yang menyelengarakan suksesi kepemimpinan melalui pilkada serentak kali ini adalah Kabupaten Cianjur. Kota yang identik dengan julukan kota santri ini telah berhasil menggelar pemilihan bupati dan wakil bupati periode 2016-2021 dengan tentram, aman, damai, dan tanpa konflik horizontal di masyarakat.
Meskipun demikian tentu saja ada catatan-catatan yang harus menjadi perhatian oleh penyelenggara pilkada, salah satunya berkenaan dengan masalah-masalah yang terjadi selama proses pilkada kali ini, antara lain adanya dugaan politik uang (money politic) yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon, tertangkapnya salah satu oknum PNS, mobilisasi PNS, tumpulnya fungsi pengawasan Panwas, hingga ketidak puasan mengenai hasil pilkada. Hal tersebut menjadi bahan evaluasi untuk penyelenggaraan pilkada yang lebih baik kedepannya.
Dalam proses rekapitulasi penghitungan suara oleh KPUD Cianjur, pasangan Irvan Rivano Muchtar-Herman Suherman mengungguli pasangan yang lain. Tetapi pada perjalanannya KPUD Cianjur belum menetapkan pasangan Bupati terpilih dikarenakan ada gugatan yang dilayangkan oleh pasangan Suranto-Aldwin Rahadian kepada Mahkamah Konstitusi (MK), pemohon mendalilkan bahwa telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon Irvan-Herman secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).
Hingga pada akhirnya melalui putusan dismisal nomor 66/PHP.BUP-XIV/2016, Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa gugatan sengketa pilkada Cianjur tersebut tidak dapat diterima atau dinyatakan ditolak. Karena keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat Final and Binding (terakhir dan mengikat), maka keputusan tersebut tentu saja tidak dapat diajukan upaya hukum selanjutnya, dan putusan tersebut harus dilaksanakan.
Masyarakat tentu saja punya ekspektasi terhadap pemimpin Cianjur kedepan, yaitu untuk mereaslisasikan janji-janji politiknya pada saat masa kampanye. Gabriel Almon menjelaskan bahwa janji politik adalah bagian dari alat komunikasi politik dari partai politik yang dijalankan oleh struktur yang tersedia yaitu para calon terpilih. Disini Gabriel Almon menjelaskan bahwa janji-janji politik harus dilakaksanakn oleh pasangan calon yang terpilih.
Jangan sampai janji-janji yang sudah digembor-gemborkan pada saat kampanye hanya sebagai lips service saja, dan jangan sampai janji-janji tersebut hanya menjadi andalan saja untuk menarik simpati rakyat, tapi realisasinya nol besar.
Lalu muncul pertanyaan apakah janji politik saat kampanye mempunyai kekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan? Dan apakah rakyat dapat menagih secara hukum ketika nanti pasangan terpilih ingkar janji. Hemat penuls janji politik tersebut tentu saja mengikat secara moral, dan harus dilaksanakan, lalu akan mengikat secara hukum ketika janji-janji politik tersebut dituangkan dalam visi, misi dan menjadi Rancangan Pembangunan Jangka pendek dan Jangka Menengah Daerah, RPJPD dan RPJMD.
Rakyat mempunyai hak untuk menagih secara hukum atas dasar ingkar janji (wanprestasi), ketika janji-janji politiknya tidak dilaksanakan oleh pasangan terpilih. Irman Putra Sidin ahli hukum tata negara mengatakan bahwa rakyat dapat menagih janji politik secara hukum, mekanismenya dengan cara melaporkannya kepada DPRD sebagai wakil rakyat, nanti anggota dewan dapat mempertanyakan ingkar janji itu kepada pasangan terpilih, ingkar janji politik dapat mengarah kepada perbuatan tercela, yang bermuara pada impeachment atau pemakzulan.
Sebagai bentuk pelaksanaan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD, maka DPRD wajib mengawasi dan memastikan bahwa janji-janji politik pasangan terpilih pada saat kampanye dapat direalisasikan secara murni dan konsekuen.
Sebagai kota santri yang mayoritas beragama islam tentu nilai-nilai islam harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitupun dengan perintah untuk menepati janji. Islam memandang bahwa menepati janji adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti dalam surat An-Nahl ayat 91, “ dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya”. Dalam surat Al-Isra ayat 34 “ dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban”.
Merujuk kepada ayat diatas, janji merupakan hal yang wajib dilaksanakan, jangan sampai stigma negatif sebagai penghianat rakyat melekat kepada pemimpin Cianjur kedepan hanya karena tidak melaksanakan janji-janji politiknya.
Semoga bupati dan wakil bupati terpilih, menjadi pemimpin yang amanah, pro rakyat, peduli terhadap nasib rakyat, dan merealisasikan seluruh janji-janji politiknya. Tidak ada alasan untuk tidak mendukung pemimpin Cianjur kedepan selama kebijakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan selaras dengan kehendak rakyat.
Comments2
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletePandangan dan pendapat yg bagus. Dua jempol untuk ispan sebagai pengamat politik dan kinerja pemerintah cianjur. Hehe : D
ReplyDeleteTerima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.