Toleransi itu...
Seni Menjaga Lidah
Oleh : Nuraeni
Pengawas SMP Kabupaten Cianjur
Hari
kemarin, bagaimanapun baik atau buruknya telah berlalu...
Hari
ini adalah waktu untuk melihat langit biru yang cerah...
Cahaya
matahari berkilauan di sela rerumputan...
Burung
berkicau dengan bangga...
Mengajak
kita bergabung dalam kegembiraannya...
Seolah menyiratkan bahwa akan selalu ada
harapan baik...
Toleransi bukan berada pada konteks verbal
(mengucapkan) tetapi justru substansinya adalah menghormati hal-hal esensial
(aqidah) pemeluk agama lain. Tidak merecoki urusan aqidah orang lain, itu yang
tak akan menimbulkan konflik.
Respek bukan
karena kesamaan ras, suku, dan agama, tetapi karena adanya perilaku yang dapat
diterima oleh nilai-nilai: kebersamaan, kepedulian, dan saling menghargai.
Sejak dulu di
antara kita telah terdapat pengertian yang mendalam tentang artinya toleransi.
Aqidah yang berbeda. Saya pun demikian berada dalam aqidah muslim yang tak
ditawar oleh kekariban antar kita. Begitupun keyakinan seseorang tidak dapat
ditawar dengan persahabatan ini. Pertemanan kita memang tak tergerus oleh
fanatisme, dan rasa fundamentalis atas keyakinan kita masing-masing, bahkan
tidak tergoyahkan oleh maraknya isu nasional mengenai kekhawatiran lunturnya
kebhinekaan.
Profesi
guru tampak sederhana dan ringan apabila hanya dilihat dalam tataran “sebatas
pengajar” yang mengalihkan pengetahuan (transfer
of knowledge). Tetapi tugas
guru sebenarnya sangat berat, karena kewajiban utama seorang guru adalah "transfer of values" menjaga,
mewariskan nilai-nilai (norma, etika, moralitas), dan memberikan keteladanan
untuk terciptanya peradaban. Guru merupakan garda
terdepan dalam "character building
good citizenship" yaitu membentuk (transformasi) warga negara yang
baik, bertanggung jawab bagi dirinya, lingkungan, dan bangsanya.
Guru
adalah sebagai pengalih pengetahuan, pemelihara nilai-nilai, dan pelaku
transformasi perilaku/karakter. Di sekolah lah anak cucu kita akan mengetahui
seperti apa dan bagaimana toleransi itu ada.
Saya selalu mengatakan kepada cucu: orang akan disukai, dihargai
bukan karena persamaan ras, agama, dan budaya, tetapi berdasarkan karakternya
(positif) yang ada dalam dirinya. Dan sebaliknya; orang tidak disukai bukan
karena ras, suku, agama, dan budaya, tetapi lebih dikarenakan perilakunya yang
tidak peduli lingkungan, dan mengingkari nilai-nilai humanisme. Akan tetapi,
memang, kadang-kadang, sering hal-hal seperti itu oleh pihak-pihak tertentu
mengenai perbedaan ras, suku, agama, dan budaya dipelintir untuk mendapatkan
persepsi yang bias sehingga muncul kebencian, dan menuai konflik.
Di tempat kerja
baru, saya berteman karib dengan seorang Nasrani, dan berlainan suku. Guru
binaan saya ini adalah seorang Nasrani taat. Sebagai seorang guru beliau dapat
merepresentasikan dirinya sebagai seseorang yang mampu untuk diteladani,
meskipun di lingkungan sekolah tersebut merupakan kantong religius (Islam),
yang bertolak belakang dengan imannya. Teman saya ini mampu untuk beradaptasi dengan
lingkungannya, baik dengan komite sekolah, kepala sekolah, peserta didik,
maupun dengan teman-teman guru lainnya. Ini disebabkan nilai-nilai yang
ditampilkan sebagai nasrani, tidak bersinggungan dengan nilai-nilai yang dianut
masyarakat.
Berpuluh tahun
mengabdi menjadi guru, orang tua murid tidak pernah komplain karena perbedaan
suku, dan kenasraniannya. Prestasi sekolah selama beliau menjadi
pembimbing dalam kegiatan ekstrakurikuler Matematika sangat luar biasa
hebatnya, hal ini diakui juga oleh sekolah tentang dedikasinya.
Nilai-nilai humanisme
secara universal adalah sama dalam setiap ras, suku, agama, maupun budaya yaitu
yang memegang teguh nilai-nilai, norma bagaimana kita bersikap untuk dapat
bekerja sama, tidak saling menyakiti, tidak merendahkan orang lain, dan saling peduli
antar sesama.
Bangsa kita dibangun atas perbedaan, pemuda-pemudi se-Nusantara
dari kalangan santri, rohaniawan, abangan, aliran kepercayaan, bahkan mungkin
ada yang belum menentukan apa kepercayaannya, tapi percaya tuhan begitu saja
(semacam agnostik), dan tahun 1928 mereka, para pemuda, sudah mempunyai
kesamaan tekad yang bulat. Para pemuda mempunyai
persepsi yang sama: Indonesia adalah keberagaman. Berbeda adalah keniscayaan, sunatullah, dan harus diterima dengan
tanpa persyaratan apa pun. Toleransi kita kesamaan pandangan antara manusia
yang saling menghargai dan menghormati.
Seperti halnya temanku
yang di NTT, Papua, Maluku, Manado, Makassar, dan Ambon. Kenapa pada bulan Desember 2016 lalu saat
perayaan Natal saya tidak mengucapkan apa-apa pada Kalian, sebab kalian sudah
sangat paham bahwa ini adalah bagian daripada toleransi itu. Kita paham bahwa
toleransi kita sudah dalam makna yang sama, yaitu perbedaan.
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.