Setelah
melalui pembahasan bersama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Republik Indonesia, akhirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan
Umum (Pemilu) resmi diundangkan menjadi Undang-Undang (UU) melalui Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Hal tersebut disampaikan oleh
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman pada saat penyelenggaraan
Simulasi Nasional Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2019 (19/8) lalu.
Undang-Undang
(UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang disahkan oleh
Presiden Joko Widodo pada 15 Agustus 2017, terdiri atas 573 pasal, penjelasan,
dan 4 lampiran. UU ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Yasonna H. Laoly.
UU
Nomor 7 Tahun 2017 tersebut merupakan penyederhanaan dan penggabungan dari 3
(tiga) buah undang-undang sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam
UU ini telah ditetapkan, bahwa jumlah kursi anggota DPR sebanyak 575 (lima
ratus tujuh puluh lima), dimana daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi,
kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/ kota, dan jumlah kursi setiap daerah
pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10
(sepuluh) kursi. Adapun jumlah kursi DPRD provinsi, menurut UU ini, ditetapkan
paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh)
mengikuti jumlah penduduk pada provinsi yang bersangkutan. Daerah pemilihan anggota
DPRD provinsi adalah kabupaten / kota atau gabungan kabupaten / kota. Sementara
jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi paling sedikit 3
(tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 ini menyebutkan, Warga Negara Indonesia yang pada hari
pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah
kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Warga Negara Indonesia
sebagaimana dimaksud didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam
daftar Pemilih. Adapun Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya
oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.
Untuk
dapat menggunakan hak memilih, warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai
Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 199
UU ini. Dengan
begitu, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaran Pemilu dapat menjadi acuan
sah bagi pihak penyelenggara Pemilu menyiapkan tahapan-tahapan pesta demokrasi.
Saya
sangat memberikan pandangan positif terkait UU ini mampu memberikan ruang untuk
berjalannya demokrasi di negeri kita ini dengan konsisten , dari penggabungan
UU lama sehingga mampu menjawab permasalahan terkait penyelenggaraan pemilu
ini, dan terlebih bahwa UU ini berasaskan umum, langsung, terbuka, adil dan
jujur serta mandiri dan menjaga integritas terutamanya., ujar Paisal Anwari
(KABID PAO HMI CABANG CIANJUR).
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.