BSY0BSWiGSMpTpz9TUAoGfC7BY==

Pemekaran wilayah Cianjur Selatan dalam kajian Otonomi daerah

Otonomi Daerah dan Pemekaran Daerah
Otonomi daerah berasal dari kata Oto (auto) yang berarti sendiri dan Nomoi (nomos) yang berati aturan/Undang-undang yang berarti mengatur sendiri, wilayah atau bagian negara atau kelompok yang memerintah sendiri. Dalam tata perintahan otonomi diartikan sebagai mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri.

Otonomi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 18 menyatakan otonomi daerah merupakan prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (menegaskan pemerintah daerah adalah pemerintah otonomi dalam NKRI).

Dalam UUD 1945 Pasala 18 juga menjelaskan bahwa dalam otonomi daerah tidak boleh melebihi batas-batas yang telah ditentukan negara sebagai aturan nasional yaitu, urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, agama).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah, Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih.[1]

Selain itu Pemekaran daerah juga dapat diartikan sebagai pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya, pembentukan daerah otonomi baru yang (salah satu) tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Pemekaran daerah bertujuan utama agar ada ruang partisipasi bagi politik daerah serta masuknya uang dari pusat ke daerah. Namun, untuk melakukan pemekaran pada suatu daerah harus ada penjelasan terlebih dahulu kepada masyarakat yang menginginkan pemekaran tentang masalah yang harus dihadapi setelah pemekaran. Sebab, pemekaran daerah tidaklah mudah dan murah. Pemekaran wilayah seharusnya menjadi solusi atas suatu permasalahan yang dihadapi, bukannya justru menambah masalah atau menciptakan masalah baru.

Dasar Hukum
Dasar hukum Pemerintah daerah adalah Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 serta Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 yang ditetapkan dengan Perubahan di Undang-Undang No 2 Tahun 2015.

Dasar Hukum Pembentukan Daerah dalam UUD 1945, BAB VI Pemerintahan Daerah Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi,kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Perubahan II 18 Agustus 2000, sebelumnya berbunyi : Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistim Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa.

Dasar Pembentukan Berikutnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Dan dasar pembentukan daerah yang dituangkanPP RI No. 78 Tahun 2007 ttg Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. (Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2007 Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 162.

Cara Pembentukan
Pembentukan daerah baru sangat vital artinya jika dapat berjalan dengan mulus melalui prosedur konstitusi,

Kebutuhan akan hadirnya Kabupaten Cianjur selatan secara defenitif menjadi wacana dan kajian seiring geliat infrastruktur Jabar lingkar selatan yang telah rampung beberapa tahun silam, dilanjut pembangunan dermaga dan terdapatnya landasan perintis milik salah seorang pengusaha di areal tersebut menjadi alasan kuat menjadikan kabupaten Cianjur selatan ini menjadi Daerah Otonomi Baru ditambah kabupaten Pangandaran yang lebih dulu menjadi Kabupaten mandiri lepas dari Kabupaten induk Yaitu Kab.Ciamis 5Tahun lalu.
Padahal berbicara wacana yang berkembang Kabupaten Cianjur lebih dulu di wacanakan semenjak tahun 1987,
adapun dasar hukum yang bisa kita jadikan pijakan dalam agenda pembentukan DOB, tiada lain mengacu pada UU No. 23 Tahun 2014 yang direvisi dengan UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. Pemekaran daerah sendiri harus dilakukan melalui tahapan pembentukan daerah persiapan kabupaten/ kota, dan harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif. Luas wilayah Berdasarkan data dari Kemendagri, Kabupaten Cianjur mencapai 3.840,16 km dengan jumlah penduduk 2.293.990 jiwa, sedangkan luas wilayah minimal DOB di Jawa Barat hanya membutuhkan 709,01 km, dan jumlah penduduk minimal DOB di Jawa Barat adalah 955.704 jiwa. Jadi jika dilihat dari persyaratan dasar kewilayahan, pemekaran Kabupaten CIanjur memang sudah memenuhi dan sudah saatnya dimekarkan. Kaitan dengan persyaratan administratif DOB, mencakup tiga aspek yakni, keputusan musyawarah desa yang akan menjadi cakupan wilayah daerah kabupaten/ kota, persetujuan bersama DPRD kabupaten/ kota induk dengan bupati/ walikota daerah induk, dan persetujuan bersama DPRD provinsi dengan Gubernur dari daerah provinsi yang mencakupi daerah persiapan kabupaten/ kota yang akan dibentuk.
Seyogianya, pemerintah Kabupaten Cianjur bersinergi dengan rakyatnya untuk memperjuangkan pembentukan pemekaran CIanjur Selatan. Pemekaran harus dimaknai sebagai peluang untuk mensejahterakan kehidupan warga Cianjur, bukan malah sebaliknya dimaknai sebagai makar dan ancaman karena lepasnya sumber-sumber PAD Kabupaten induk. Pemekaran memang selalu berangkat dari dua hal mendasar, pertama kepentingan sosial dalam rangka pemerataan pembangunan dengan penguatan sendi-sendi perekonomian masyarakat, dan kedua kepentingan politik sebagai sarana melahirkan regulasi daerah yang lebih ramah dan berpihak kepada rakyatnya. Karena daerah yang baik adalah daerah yang mampu membahagiakan warganya, warga bahagia karena kebijakan-kebijakan pemimpinnya berpihak pada kepentingan rakyat banyak.

Comments0

Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.

Type above and press Enter to search.