BSY0BSWiGSMpTpz9TUAoGfC7BY==

MK Tolak Gugatan Herman Suherman - Muhammad Solih Ibang dalam Sengketa Pilbup Cianjur 2024


KABAR CIANJUR - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak dapat menerima permohonan perkara Nomor 200/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Cianjur Tahun 2024. Putusan ini dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan yang digelar pada Rabu malam (5/2/2025) di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta.

Permohonan gugatan ini diajukan oleh Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Cianjur Nomor Urut 1, Herman Suherman dan Muhammad Solih Ibang, yang menggugat hasil keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cianjur. Namun, dalam putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak memenuhi syarat hukum.

“Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan.

Majelis Hakim Konstitusi menilai bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan sengketa PHPU ini. Hal tersebut disebabkan oleh tidak terpenuhinya ambang batas selisih perolehan suara sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Berdasarkan regulasi tersebut, ambang batas selisih suara yang diperbolehkan untuk mengajukan gugatan adalah maksimal 0,5 persen dari total suara sah atau setara dengan 5.338 suara. Namun, dalam Pilbup Cianjur 2024, hasil perolehan suara menunjukkan:

  • Herman Suherman - Muhammad Solih Ibang (Pemohon) meraih 417.774 suara
  • Muhammad Wahyu Ferdian - Ramzi (Pihak Terkait) meraih 442.321 suara

Dengan demikian, selisih suara mencapai 24.547 suara atau sekitar 2,3 persen, jauh melebihi ambang batas yang ditentukan. Oleh karena itu, Mahkamah menilai bahwa Pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa hasil pemilihan.

“Menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” jelas Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam sidang.

Dalam gugatannya, Paslon Nomor Urut 1 mendalilkan adanya berbagai pelanggaran yang berpotensi mencederai proses demokrasi, seperti:

  • Manipulasi daftar hadir pemilih di tujuh kecamatan di Cianjur
  • Regrouping atau pengelompokan ulang TPS, yang berbeda dengan sistem dalam Pilpres dan Pileg
  • Adanya pemilih yang tidak berhak mencoblos, termasuk dugaan penggunaan suara oleh pemilih yang telah meninggal dunia

Namun, Mahkamah menilai bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan secara meyakinkan dalil-dalil tersebut. Selain itu, MK juga menegaskan bahwa dalam perkara ini tidak ditemukan adanya kondisi kejadian khusus yang dapat menjadi dasar untuk mengabaikan ambang batas selisih suara sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU Pilkada.

"Ketentuan Pasal 158 tidak dapat dikesampingkan karena Pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah terkait dalil-dalil permohonan yang diajukan. Terlebih, terhadap permohonan a quo, Mahkamah tidak menemukan adanya kondisi kejadian khusus," tambah Guntur Hamzah.

Sebelumnya, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Cianjur Nomor 2295 Tahun 2024 tentang penetapan hasil Pilbup Cianjur 2024. Pemohon juga menuntut agar KPU Kabupaten Cianjur menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di 32 kecamatan se-Kabupaten Cianjur.

Namun, dengan putusan MK yang menolak permohonan tersebut, maka hasil Pilkada Cianjur 2024 tetap sah, dan pasangan Muhammad Wahyu Ferdian - Ramzi dinyatakan sebagai pemenang Pilbup Cianjur 2024.

Putusan ini bersifat final dan mengikat, sehingga tidak ada lagi upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak Pemohon. [KC.15/Zahra]***

Comments0

Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.

Type above and press Enter to search.