BSY0BSWiGSMpTpz9TUAoGfC7BY==

JIKA MALAIKAT TURUN DI SETIAP LAILATUL QADAR UNTUK MENGATUR SEMUA URUSAN, MENGAPA URUSAN DUNIA SEMAKIN KACAU

 

Oleh: Nanang Gojali
Staf Pengajar FISIP UIN Bandung dan Pembina Ngabar Cianjur

KABAR CIANJUR - Dunia hari ini bagai lukisan abstrak yang dipenuhi coretan-coretan darah, air mata, dan kehancuran. Di Gaza, genosida sistematis yang dilakukan rezim penjajah telah merenggut ribuan nyawa sipil, yang terus berlanjut hingga bulan suci ini. Sementara ketidakadilan ekonomi dan kerusakan lingkungan menghantui umat manusia di segala penjuru. 
Di tengah semua ini, keyakinan umat Islam menegaskan bahwa pada Lailatul Qadar, para Malaikat turun dengan izin Allah untuk "mengatur segala urusan" (QS. Al-Qadr: 4).  
Jika ada intervensi Ilahi, mengapa kezaliman seperti di Gaza masih terjadi? 
Artikel ini berusaha mencari jawaban teologis dengan mengajak pembaca menyelami makna terdalam dari takdir, ujian, dan peran manusia dalam narasi kosmik yang dirancang Allah.  
 Memahami Lailatul Qadar: Antara Takdir dan Tanggung Jawab Manusia
Lailatul Qadar adalah malam ketika langit menyentuh bumi, saat Allah menetapkan takdir tahunan melalui Malaikat-Nya. Namun, takdir bukanlah skenario kaku yang menghapus kebebasan manusia. 
Dalam Teologi Islam, ikhtiar (usaha) adalah kunci yang memisahkan manusia dari robot. Allah berfirman:  
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49).  
Artinya, Allah menetapkan hukum alam dan moral, tetapi manusia bebas memilih: mematuhi atau melanggarnya. Kekacauan di Gaza adalah bukti tragis dari pilihan kedua, penyalahgunaan kebebasan oleh rezim yang menganggap diri mereka “tuhan kecil” yang berusaha untuk mengatasi Hukum Ilahi.  
Genosida Gaza: Cermin Pertarungan Kosmik dalam Narasi Akhir Zaman
1. Gaza dalam Bingkai Eskatologi
Syekh Imran Hosein dalam "Jerusalem in the Qur’an" (2002) menegaskan bahwa konflik Palestina-Israel adalah episode dari drama kosmik yang telah diisyaratkan Al-Qur’an. 
Dalam QS. Al-Isra’: 4-8, Allah mengizinkan Bani Israel berkuasa di tanah suci, tetapi juga memperingatkan kehancuran mereka jika berbuat kerusakan. 
Pendudukan Zionis atas Palestina adalah manifestasi ideologi Dajjal, sistem global yang memuja materialisme, rasialisme, dan kekerasan.  
Genosida Gaza bukan sekadar konflik politik, melainkan pertarungan antara dua paradigma:  
- Haqq: Keadilan, ketakwaan, dan kesetaraan yang diajarkan Islam.  
- Batil: Penindasan, keserakahan, dan dehumanisasi yang diusung rezim penjajah.  
2. Ujian Keimanan
Allah berfirman:  “Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan mengatakan ‘Kami beriman’ tanpa diuji?” (QS. Al-Ankabut: 2).  
Penderitaan Gaza adalah ujian bagi tiga pihak:  
1. Umat Islam: Apakah mereka akan diam atau bangkit membela saudaranya?  
2. Pelaku Kezaliman: Apakah mereka sadar bahwa kekuasaan mereka hanyalah ilusi sementara?  
3. Dunia Internasional: Apakah sistem hukum modern benar-benar adil, atau hanya topeng kepentingan politik?  
Ayat AL-Qur'an di atas menegaskan, bahwa Dia memberi waktu kepada kezaliman untuk memperlihatkan wajah aslinya, sebelum dihancurkan secara definitif.
Faktor Kekacauan Global: Pelajaran dari Gaza
1. Ambisi Kekuasaan dan Kegagalan Sistem Manusia
Rezim Zionis Israel adalah contoh nyata bagaimana kekuasaan yang lepas dari nilai ketuhanan melahirkan monster. 
Data PBB (2023) menunjukkan 70% korban di Gaza adalah wanita dan anak-anak; bukti bahwa apartheid Israel adalah sistem yang secara struktural membunuh masa depan.  
Kekacauan ini adalah buah dari sistem dunia yang mengagungkan kapitalisme dan militerisme.
Dalam QS. Ar-Rum: 41, Allah mengingatkan:  
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia, agar Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka...”
2. Ketimpangan Ekonomi: Wajah Global yang Terlupakan
Sementara Gaza hancur oleh bom, 1% populasi global menguasai 43% kekayaan dunia (Oxfam, 2024). Kapitalisme neoliberal menciptakan jurang antara Global North dan South. 
Dalam QS. Al-Hasyr: 7, Allah melarang perputaran harta “hanya di antara orang kaya saja.” Namun, oligarki modern justru memprivatisasi sumber daya alam Afrika dan Asia, meninggalkan rakyatnya dalam kemiskinan sistematis.  
3. Penindasan Politik: Dari Myanmar hingga Kongo
Genosida Rohingya, perang sipil Sudan, dan eksploitasi mineral di Kongo mencerminkan wajah kekuasaan yang korup. 
Nabi ï·º bersabda: “Pemimpin yang menipu rakyat adalah penghuni neraka” (HR. Bukhari).
Rezim-rezim otoriter ini bertahan karena dukungan negara adidaya yang menjadikan krisis sebagai bisnis senjata.  
4. Degradasi Moral dan Kerusakan Nilai Budaya 
Dehumanisasi warga Palestina melalui label “teroris” adalah bagian dari erosi moral global. Kapitalisme budaya melalui media massa dan algoritma telah menggantikan nilai-nilai ketuhanan dengan konsumerisme, hedonisme, dan individualisme. 
Allah berfirman:  
“Kamu pasti akan diuji pada harta dan dirimu.” (QS. Ali Imran: 186).  
Imperialisme tidak hanya merampas tanah, tetapi juga identitas. Di Palestina, Israel menghancurkan situs sejarah Islam; di Afrika, bahasa dan tradisi lokal punah akibat westernisasi. 
QS. Ar-Rum: 22 mengingatkan:  
“Perbedaan bahasa dan warna kulit adalah tanda kebesaran-Nya", tetapi sistem dunia justeru memaksa keseragaman atas nama “modernisasi.”
Peran Lailatul Qadar: Antara Mukjizat dan Usaha Manusia
1. Malaikat dan Revolusi Spiritual
Turunnya Malaikat pada Lailatul Qadar bukanlah intervensi fisik, melainkan energi spiritual yang menguatkan hati orang-orang beriman. Doa-doa yang dipanjatkan pada malam ini adalah “senjata rahasia” melawan kezaliman, seperti doa Nabi Musa:  
“Ya Tuhan kami, hancurkanlah harta dan kekuatan mereka, dan keraskanlah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang pedih.” (QS. Yunus: 88).  
2. Gaza sebagai Simbol Harapan
 
Di balik penderitaan Gaza, ada cahaya: solidaritas global yang tumbuh, kesadaran umat Islam yang bangkit, dan perlawanan heroik rakyat Palestina. QS. Al-Isra’: 7-8 menjanjikan:  
“Jika kalian berbuat baik, kalian berbuat baik untuk diri sendiri. Jika kalian berbuat jahat, maka itu untuk diri sendiri pula.”
Ini adalah Prinsip Ilahi: kehancuran rezim zalim sudah ditetapkan, tetapi waktunya tergantung pada kesiapan umat manusia menerima perubahan.  
Menjawab Kekacauan: Dari Spiritualitas ke Aksi Nyata
1. Spiritual Resistance: Doa sebagai Senjata  
Lailatul Qadar mengajarkan bahwa doa bukanlah pelarian, melainkan strategi. 
Nabi Muhammad ï·º bersabda:  
“Doa adalah senjata orang beriman.” (HR. Al-Hakim).  
Doa untuk Gaza adalah deklarasi iman bahwa keadilan hanya datang dari Allah, sekaligus pengakuan bahwa manusia harus menjadi alat-Nya.  
2. Aksi Kolektif: Boikot, Advokasi, dan Pendidikan  
- Boikot ekonomi: Memutus dana ke rezim penjajah adalah bentuk jihad yang bisa kita lakukan hari ini (QS. Ali Imran: 110).  
- Advokasi hukum: Menuntut pertanggungjawaban Israel di ICC adalah wujud amar ma’ruf nahi munkar.
  
- Mengajarkan Eskatologi Islam sebagai alat membongkar skenario kezaliman global.  
Penutup: Retaknya Cermin Peradaban dan Panggilan untuk Merekatnya Kembali
Kekacauan dunia, dari Gaza yang berdarah, kemiskinan struktural, hingga pelecehan budaya adalah pecahan cermin peradaban yang retak. Setiap pecahan mencerminkan kehancuran yang berbeda: politik menjadi alat penindas, ekonomi menggilas yang lemah, dan budaya kehilangan jati diri.  
Lailatul Qadar mengajarkan bahwa “pengaturan urusan” oleh Malaikat bukanlah dongeng penghibur, melainkan Cetak Biru Ilahi yang menuntut manusia bertindak. Jika Gaza adalah ujian keimanan, ketimpangan ekonomi adalah ujian keadilan, dan kerusakan budaya adalah ujian identitas.  
Allah tidak menjanjikan perubahan tanpa usaha. QS. Ar-Ra’d: 11 adalah hukum sejarah: Kolonialisme Inggris runtuh ketika Gandhi dan rakyat India bangkit; apartheid Afrika Selatan tumbang ketika dunia memboikot. 
Kini, kehancuran rezim Zionis bergantung pada dua hal: keberanian rakyat Palestina dan kesadaran kolektif umat manusia bahwa diam adalah dosa.  
Malaikat turun pada Lailatul Qadar bukan untuk membersihkan darah di Gaza dengan mukjizat, tetapi untuk menyalakan api di hati yang masih memiliki iman. 
Seperti pohon zaitun yang akarnya menembus puing-puing, peradaban yang adil hanya akan lahir dari reruntuhan sistem batil. 
Pertanyaannya: Akankah kita menjadi bagian dari sejarah yang mematahkan rantai kezaliman, atau hanya penonton yang terhipnotis olehnya? [Dnisa/KabarCianjur.com]
والله أعلم

Comments0

Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.

Type above and press Enter to search.